Abang tukang becak

Setibanya bus di kali kanal, saya pun langsung turun. Saya mencari abang tukang becak untuk mengantarkan saya pulang ke rumah. Tapi ternyata saya di suruh untuk berjalan kaki. Ada banyak sekali becak tapi tak satu pun saya melihat abang tukang becak. Ah, ya sudahlah, toh Cuma ja;lan dari kali kanal sampe rumah saja. Bukankah sewaktu sma dulu saya sering melakukannya. Saya mencari abang tukang becak untuk mengantarkan saya pulang ke rumah. Tapi ternyata saya di suruh untuk berjalan kaki. Ada banyak sekali becak tapi tak satu pun saya melihat abang tukang becak. Ah, ya sudahlah, toh Cuma jalan dari kali kanal sampe rumah saja. Bukankah sewaktu sma dulu saya sering melakukannya. Berjalan kaki dari sekolah menuju rumah.

Oke. Saya akan menikmati jalanan di kota bumi kartini. Saya merogoh kantong celana saya guna mengambil HP. Oh, pukul 11.00 wib. Pantas saja, matahari sudah terasa terik. saya berjalan kaki menuju rumah saya. Sesekali berhenti. Saya berhenti di perempatan dekat SMA saya. Saya berhenti di tengah-tengah perempatan, lalu saya memfoto patung yang katanya R.A Kartini. Saya tak peduli orang-orang melihat saya. Kemudian saya lanjutkan perjalanan. Ketika hampir sampai di kantor PLN, di depan SMP 5, saya melihat abang tukang becak beserta becaknya tentunya.



Abang itu berteriak kepada saya menawarkan becaknya untuk mengantarkan saya. Saya perlambat jalan saya, dan sok ga denger. Dan ketika sudah semakin dekat jarak antara saya dengan abang tukang becak itu, abang becak itu berubah menjadi layaknya seorang wartawan gosip yang sedang mengejar berita sang artis. Wow, perubahan yang mengejutkan. Lalu saya pun bilang, bahwa saya pengen jalan kaki bang. Tapi abang tukang becak itu masih menanyai kemana tujuan saya dengan gencarnya. Saya bilang saja, saya mau ke alun2. Abang tukang becak itu langsung terdiam. Yes, dalam hati saya. Tapi setelah diamnya itu, abang tukang becak bersuara lagi. Suara yang tidak seatraktif tadi, suara yang terdengar sangat berat, suara yang terdengar sangat muram. “dua ribu aja mas.”kata abang becak itu.

Saya yang baru mau menyebrangi jalan seketika langsung terhenti. Saya langsung balik badan, menghampiri abang tukang becak dan bertanya lagi tentang apa yang baru saya dengar. “berapa pak?”tanya saya. “dua ribu mas”jawab abang tukang becak itu. Sebenarnya saya sudah berniat untuk berjalan kaki, tapi ketika mendengar harga yang di tawarkan abang becak, saya pun mengiyakan tawaran abang becak itu. Bukan karena harga yang ditawarkan, tetapi lebih karena tak tega. Saya bisa saja memberikan uang 10 ribu saya kepada bapak ini dan tetap melanjutkan acara jalan kaki saya, tapi itu akan sangat menghina harga diri abang becak. Di tengah perjalanan saya menaiki becak, saya pun bertanya pada abang tukang becak.

“becake dewe nopo nyewo pak?”tanya saya

“nyewo mas.”jawab si bapak

“nyewone harian po sasen pak?”

“harian, mas”

“pinten pak sedinane?”

“ tigangewu mas”

Tak terasa akhirnya sampai juga di alun2. Saya meminta abang becak untuk berhenti. Kemudian saya pun turun dari becak dan mengambil 10 rb dari kantong celana saya. Saya berikan uang itu kepada abang becak dan kemudian saya langsung nelonyor pergi. Abang tukang itu tersenyum kepada saya ketika saya menoleh ke belakang. Ah, sungguh perjalanan yang sangat nikmat sekali.

best regards

PaTLu itu Fahmi

Label: , , ,

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan jejak anda di kotak ini. Terima kasih atas kunjungan dan jejaknya.

Related Posts with Thumbnails

Komentar paling Anyar

Search


Kata Mutiara

"Hiduplah sesuka hatimu, bukan sesuka nafsumu."

Empoenya Rumah

Foto saya
Ga ada yang sempurna... Akupun masih jauh dari sempurna... Aku hanya manusia biasa yang juga mempunyai ego, amarah, keinginan, kesalahan,,,dan nafsu...

Penunjuk waktu

Followers

Powered By Blogger
Diberdayakan oleh Blogger.

KotaK saling SAPA

Name :
Web URL :
Message :

jumlah pengintip blog